Hukum Meremehkan Shalat

Hukum Meremehkan Shalat 1/2


HUKUM MEREMEHKAN SHALAT


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Bagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]



Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Banyak di antara orang-orang sekarang yang meremehkan shalat, bahkan sebagian mereka ada yang meninggalkan semuanya, bagaimana hukum mereka ? Dan apa yang diwajiban kepada setiap Muslim berkaitan dengan mereka, terutama kerabatnya, seperti ; orang tua, anak, isteri dan sebagainya ?

Jawaban.
Meremehkan shalat termasuk kemungkaran yang besar dan termasuk sifat orang-orang munafik, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali” [An-Nisa : 142]

Dalam ayat lain Allah berfirman.

“Artinya : Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan” [At-Taubah : 54]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang munafik daripada shalat Shubuh dan shalat Isya, dan seandainya mereka mengetahui apa yang terkandung pada keduanya, tentulah mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak” [Disepakati keshahihannya : Al-Bukhari, kitab Al-Adzan 657, Muslim, kitab Al-Masajid 252-651]

Maka yang wajib atas setiap Muslim dan Muslimah adalah memelihara shalat yang lima pada waktunya, melaksanakannya dengan thuma’ninah, konsentrasi dan khusyu serta menghadirkan hati, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya” [Al-Mukminun: 1-2]

Dan berdasarkan riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau memerintahkan kepada orang yang buruk dalam melakukan shalatnya karena tidak thuma’ninah agar mengulangi shalatnya. Dan kepada kaum laki-laki, hendaknya mereka memelihara shalat-shalat tersebut dengan berjama’ah di rumah-rumah Allah, yakni di masjid-masjid, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur” [Dikeluarkan oleh Ibnu Majah, kitab Al-Masajid 793, Ad-Daru Quthni 1/420, 421, Ibnu Hibban 2064, Al-Hakim 1/246 dengan isnad shahih]

Pernah dikatakan kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, “Apa yang dimaksud dengan udzur itu ?” ia menjawab, “Takut atau sakit”. Dalam Shahih Muslim, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau didatangi oleh seorang laki-laki buta, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Apakah aku punya rukhshah untuk shalat di rumahku ?” kemudian beliau bertanya,

“Artinya : Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat ?” ia menjawab, “Ya”, beliau berkata lagi, “Kalau begitu penuhilah” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Masajid 653]

Dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Artinya : Sungguh aku sangat ingin memerintahkan shalat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang, kemudian aku berangkat bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak ikut shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api tersebut” [Al-Bukhari, kitab Al-Khusumat 2420, Muslim, kitab Al-Masajid 651]

Hadits-hadits shahih ini menunjukkan bahwa shalat jama’ah termasuk kewajiban kaum laki-laki dan merupakan kewajiban yang paling utama, dan bahwa yang menyelisihinya berhak mendapatkan siksaan yang menyakitkan.

Kita memohon kepada Allah, semoga memperbaiki kondisi seluruh kaum Muslimin dan memberi mereka petunjuk kepada jalan yang diridhaiNya.


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 194-196 Darul Haq]

0 komentar:

Daftar Blog Saya

Pengikut

TRANSLATE INTO YOUR LANGUAGE