Hukum untuk orang yang meninggalkan sholat (I)
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimain
Fiqh, 11 - Maret - 2004, 00:23:48

PASAL PERTAMA
HUKUM ORANG YANG MENINGGALKAN SHALAT

Masalah ini termasuk salah satu masalah ilmu yang amat besar, diperdebatkan oleh para ulama dahulu dan sekarang.

Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan :“ orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, kekafiran yang menyebabkan orang tersebut keluar dari Islam, diancam hukuman mati, jika tidak bertaubat dan tidak mengerjakan shalat.

Sementara Imam Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i mengatakan :“ orang yang meninggalkan adalah fasik dan tidak kafir”, namun, mereka berbeda pendapat mengenai hukumannya, menurut Imam Malik dan Syafi’i “diancam hukuman mati sebagai hadd”, dan menurut Imam Abu Hanifah “diancam hukuman ta’zir, bukan hukuman mati”.

Apabila masalah ini termasuk masalah yang diperselisihkan, maka yang wajib adalah dikembalikan kepada kitab Allah subhaanahu wa ta’aala dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, karena Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman :
] وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله [.
“Tentang sesuatu apapun yang kamu perselisihkan, maka putusannya dikembalikan kepada Allah.” ( QS. As Syura, 10 ).

Dan Allah Ta'ala juga berfirman :
] فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا [.
“Jika kamu belainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al Qur’an ) dan Rasul ( As Sunnah ), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya.” ( QS. An Nisa’, 59 ).

Oleh karena masing masing pihak yang berselisih pendapat, ucapannya tidak dapat dijadikan hujjah terhadap pihak lain, sebab masing masing pihak menganggap bahwa dialah yang benar, sementara tidak ada salah satu dari kedua belah pihak yang pendapatnya lebih patut untuk diterima, maka dalam masalah tersebut wajib kembali kepada juri penentu diantara keduanya, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Kalau kita kembalikan perbedaan pendapat ini kepada Al Qur’an dan As Sunnah, akan kita dapatkan bahwa Al Qur’an maupun As Sunnah keduanya menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, dan kufur akbar yang menyebabkan ia keluar dari islam.


PERTAMA : DALIL DARI AL QUR’AN :

Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman dalam surat At Taubah :
] فإن تابوا وأقاموا الصلاة وآتوا الزكاة فإخوانكم في الدين [.
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu ) adalah saudara saudaramu seagama.” ( QS. At Taubah, 11 ).

Dan dalam surat Maryam, Allah berfirman :
] فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا إلا من تاب وآمن وعمل صالحا فأولئك يدخلون الجنة ولا يظلمون شيئا [.

“Lalu datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak akan dirugikan sedikitpun.” (QS. Maryam, 59-60 ).

Relevansi ayat kedua, yaitu yang terdapat dalam surat Maryam, bahwa Allah berfirman tentang orang orang yang menyia nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya :” kecuali orang yang bertaubat, beriman …”. Ini menunjukkan bahwa mereka ketika menyia nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu adalah tidak beriman.

Dan relevansi ayat yang pertama, yaitu yang terdapat dalam surat At Taubah, bahwa kita dan orang orang musyrik telah menentukan tiga syarat :
· Hendaklah mereka bertaubat dari syirik.
· Hendaklah mereka mendirikan shalat, dan
· Hendaklah mereka menunaikan zakat.

Jika mereka bertaubat dari syirik, tetapi tidak mendirikan shalat dan tidak pula menunaikan zakat, maka mereka bukanlah saudara seagama dengan kita.

Begitu pula, jika mereka mendirikan shalat, tetapi tidak menunaikan zakat maka mereka pun bukan saudara seagama dengan kita.
Persaudaraan seagama tidak dinyatakan hilang atau tidak ada, melainkan jika seseorang keluar secara keseluruhan dari agama ; tidak dinyatakan hilang atau tidak ada karena kefasikan dan kekafiran yang sederhana tingkatannya.

Cobalah anda perhatikan firman Allah subhaanahu wa ta’aala dalam ayat Qishash karena membunuh :
] فمن عفي له من أخيه شيء فاتباع بالمعروف وأداء إليه بإحسان [.
“Maka barang siapa yang diberi maaf oleh saudaranya, hendaklah ( yang memaafkan ) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah ( yang diberi maaf ) membayar ( diyat ) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik ( pula ).” ( QS. Al Baqarah, 178 ).

Dalam ayat ini, Allah subhaanahu wa ta’aala menjadikan orang yang membunuh dengan sengaja sebagai saudara orang yang dibunuhnya, padahal pidana membunuh dengan sengaja termasuk dosa besar yang sangat berat hukumannya, Karena Allah Subhaanahu wa ta’aala berfirman :
] ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها وغضب الله عليه ولعنه وأعد له عذابا أليما [.
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” ( QS. An Nisa’, 93 ).

Kemudian cobalah anda perhatikan firman Allah subhaanahu wa ta’aala tentang dua golongan dari kaum mu’minin yang berperang :
] وإن طائفتان من المؤمنين اقتتلوا فأصلحوا بينهما, فإن بغت إحداهما على الأخرى فقاتلوا التي تبغي حتى تفيء إلى أمر الله، فإن فاءت فأصلحوا بينهما بالعدل وأقسطوا إن الله يحب المقسطين، إنما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم [.
“Dan jika ada dua golongan dari orang orang mu’min berperang, maka damaikanlah antara keduanya, jika salah satu dari dua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali ( kepada perintah Allah ), maka damaikanlah antara keduannya dengan adil dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang berbuat adil, sesungguhnya orang orang mu’min adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu…” ( QS. Al Hujurat, 9 ).

Di sini Allah subhaanahu wa ta’aala menetapkan persaudaraan antara pihak pendamai dan kedua pihak yang berperang, padahal memerangi orang mu’min termasuk kekafiran, sebagaimana disebutkan dalam hadits shoheh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan periwayat yang lain, dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
" سباب المسلم فسوق وقتاله كفر ".
“Menghina seorang Muslim adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekafiran.”

Namun kekafiran ini tidak menyebabkan keluar dari Islam, sebab andaikata menyebabkan keluar dari islam maka tidak akan dinyatakan sebagai saudara seiman. Sedangkan ayat suci tadi telah menunjukkan bahwa kedua belah pihak sekalipun berperang mereka masih saudara seiman.

Dengan demikian jelaslah bahwa meninggalkan shalat adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam, sebab jika hanya merupakan kefasikan saja atau kekafiran yang sederhana tingkatannya ( yang tidak menyebabkan keluar dari Islam ) maka persaudaraan seagama tidak dinyatakan hilang karenanya, sebagaimana tidak dinyatakan hilang karena membunuh dan memerangi orang mu’min.

Jika ada pertanyaan : apakah anda berpendapat bahwa orang yang tidak menunaikan zakat pun dianggap kafir, sebagaimana pengertian yang tertera dalam surat At Taubah tersebut ?

Jawabnya adalah : orang yang tidak menunaikan zakat adalah kafir, menurut pendapat sebagian ulama, dan ini adalah salah satu pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad Rahimahullah.

Akan tetapi pendapat yang kuat menurut kami ialah yang mengatakan bahwa ia tidak kafir, namun diancam hukuman yang berat, sebagaimana yang terdapat dalam hadits hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, seperti hadits yang dituturkan oleh Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika menyebutkan hukuman bagi orang yang tidak mau membayar zakat, disebutkan dibagian akhir hadits :
" ثم يرى سبيله إما إلى الجنة وإما إلى النار ".
“ … Kemudian ia akan melihat jalannya, menuju ke sorga atau ke neraka.”

Hadits ini diriwayatkan secara lengkap oleh Imam Muslim dalam bab “dosa orang yang tidak mau membayar zakat”.

Ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak menunaikan zakat tidak menjadi kafir, sebab andaikata menjadi kafir, tidak akan ada jalan baginya menuju sorga.

Dengan demikian manthuq (yang tersurat) dari hadits ini lebih didahulukan dari pada mafhum ( yang tersirat ) dari ayat yang terdapat dalam surat At Taubah tadi, karena sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ilmu ushul fiqh bahwa manthuq lebih didahulukan dari pada mafhum.

KEDUA : DALIL DARI AS SUNNAH :

1- Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah rodhiallohu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
" إن بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة ".
“Sesungguhnya ( batas pemisah ) antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” ( HR. Muslim, dalam kitab al iman ).
2- Diriwayatkan dari Buraidah bin Al Hushaib rodhiallohu ‘anhu, ia berkata : aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
" العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر ".
“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, barang siapa yang meninggalkannya maka benar benar ia telah kafir.” ( HR. Abu Daud, Turmudzi, An Nasai, Ibnu Majah dan Imam Ahmad ).

Yang dimaksud dengan kekafiran di sini adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam, karena Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara orang orang mu’min dan orang orang kafir, dan hal ini bisa diketahui secara jelas bahwa aturan kafir tidak sama dengan aturan Islam, karena itu, barang siapa yang tidak melaksanakan perjanjian ini maka dia termasuk golongan orang kafir.

3- Diriwayatkan dalam shoheh Muslim, dari Ummu Salamah Radliallahu anha, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
" ستكون أمـراء ، فتعرفون وتنكـرون ، فمن عرف برئ ، ومن أنكـر سلم ، ولكن من رضي وتابع ، قالوا : أفلا نقاتلهم ؟ قال : لا ما صلوا ".
“Akan ada para pemimpin, dan diantara kamu ada yang mengetahui dan menolak kemungkaran kemungkaran yang dilakukan, barang siapa yang mengetahui bebaslah ia, dan barang siapa yang menolaknya selamatlah ia, akan tetapi barang siapa yang rela dan mengikuti, ( tidak akan selamat ), para sahabat bertanya : bolehkah kita memerangi mereka ?, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab :” Tidak, selama mereka mengerjakan shalat.”

4- Diriwayatkan pula dalam shaheh Muslim, dari Auf bin Malik rodhiallohu ‘anhu ia berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
" خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم، ويصلون عليكم وتصلون عليهم، وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم، وتلعنونهم ويلعنونكم، قيل: يا رسـول الله، أفلا ننابذهم بالسيف ؟ قال : لا، ما أقاموا فيكم الصلاة ".
“Pemimpinmu yang terbaik ialah mereka yang kamu sukai dan merekapun menyukaimu, serta mereka mendoakanmu dan kamupun mendoakan mereka, sedangkan pemimpinmu yang paling jahat adalah mereka yang kamu benci dan merekapun membencimu, serta kamu melaknati mereka dan merekapun melaknatimu, beliau ditanya : ya Rasulallah, bolehkan kita memusuhi mereka dengan pedang ?, beliau menjawab :” tidak, selama mereka mendirikan shalat dilingkunganmu.”

Kedua hadits yang terahir ini menunjukkan bahwa boleh memusuhi dan memerangi para pemimpin dengan mengangkat senjata bila mereka tidak mendirikan shalat, dan tidak boleh memusuhi dan memerangi para pemimpin, kecuali jika mereka melakukan kakafiran yang nyata, yang bisa kita jadikan bukti dihadapan Allah nanti, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ubadah bin Ash Shamit rodhiallohu ‘anhu :
دعانا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فبايعناه ، فكان فيما أخذ علينا أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا ويسرنا وأثرة علينا ، وأن لا ننازع الأمـر أهله، قال : إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان.
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengajak kami, dan kamipun membaiat beliau, diantara bai’at yang diminta dari kami ialah hendaklah kami membai’at untuk senantiasa patuh dan taat, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam kesulitan maupun kemudahan, dan mendahulukannya atas kepentingan dari kami, dan janganlah kami menentang orang yang telah terpilih dalam urusan ( kepemimpinan ) ini, sabda beliau :” kecuali jika kamu melihat kekafiran yang terang terangan yang ada buktinya bagi kita dari Allah.”

Atas dasar ini, maka perbuatan mereka meninggalkan shalat yang dijadikan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai alasan untuk menentang dan memerangi mereka dengan pedang adalah kekafiran yang terang terangan yang bisa kita jadikan bukti dihadapan Allah nanti.

*****
Tidak ada satu nash pun dalam Al Qur’an ataupun As Sunnah yang menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir, atau dia adalah mu’min. kalaupun ada hanyalah nash nash yang menunjukkan keutamaan tauhid, syahadat “La ilaha Illallah wa anna Muhammad Rasulullah”, dan pahala yang diperoleh karenanya, namun nash nash tersebut muqoyyad (dibatasi ) oleh ikatan ikatan yang terdapat dalam nash itu sendiri, yang dengan demikian tidak mungkin shalat itu ditinggalkan, atau disebutkan dalam suatu kondisi tertentu yang menjadi alasan bagi seseorang untuk meninggalkan shalat, atau bersifat umum sehingga perlu difahami menurut dalil dalil yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat, sebab dalil dalil yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat bersifat khusus, sedangkan dalil yang khusus itu harus didahulukan dari pada dalil yang umum.

Jika ada pertanyaan : apakah nash nash yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat itu tidak boleh diberlakukan pada orang yang meninggalkannya karena mengingkari hukum kewajibannya ?
Jawab : tidak boleh, karena hal itu akan mengakibatkan dua masalah yang berbahaya :
Pertama : menghapuskan atribut yang telah ditetapkan oleh Allah dan dijadikan sebagai dasar hukum.
Allah telah menetapkan hukum kafir atas dasar meninggalkan shalat, bukan atas dasar mengingkari kewajibannya, dan menetapkan persaudaraan seagama atas dasar mendirikan shalat, bukan atas dasar mengakui kewajibannya, Allah tidak berfirman :” jika mereka bertaubat dan mengakui kewajiban shalat”, Nabi Muh

Seguir leyendo...

Hukum Meminta Bantuan Kepada Jin Untuk Mengetahui Perkara-perkara Ghaib
Sabtu, 05 Februari 05



Apa hukum Islam mengenai orang yang meminta bantuan kepada jin untuk mengetahui perkara-perkara ghaib? Apa hukum Islam tentang menghipnotis, yang dengannya kekuasaan peng-hipnotis untuk mempengaruhi orang yang dihipnotis menjadi kuat. Selanjutnya dia menguasainya dan membuatnya meninggalkan yang haram, menyembuhkan dari penyakit kejiwaan, atau melakukan pekerjaan yang diminta oleh penghipnotis? Apa pula hukum Islam tentang ucapan si polan: Bihaqqi fulan (dengan hak si fulan); apakah ini sumpah atau tidak? Berilah penjelasan kepada kami.

Jawaban:

Pertama, ilmu tentang perkara-perkara ghaib hanya dimiliki oleh Allah secara khusus. Tidak ada seorang pun dari makhluknya yang mengetahuinya, baik jin maupun selainnya, kecuali apa yang Allah wahyukan kepada siapa yang dikehendakiNya dari para malaikat atau rasul-rasulNya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

"Katakanlah, 'Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah', dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan." (An-Naml: 65).

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman mengenai NabiNya, Sulaiman Alaihissalam, dan jin yang ditundukkanNya untuknya,

"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersung-kur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang meng-hinakan." (Saba': 14).

Dia berfirman,

"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya." (Al-Jin: 26-27).

Diriwayatkan secara sah dari an-Nawwas bin Sam`an Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Jika Allah hendak mewahyukan suatu perkara Dia berfirman dengan wahyu, maka langit menjadi takut atau sangat gemetar karena takut kepada Allah r. Jika ahli langit mendengar hal itu, maka jatuh dan bersungkur dalam keadaan bersujud kepada Allah. Mula-mula yang mengangkat kepalanya adalah Jibril, lalu Allah berbicara kepadanya dari wahyuNya tentang apa yang dikehen-dakiNya. Kemudian Jibril melintasi para malaikat. Setiap kali melewati suatu langit, maka para malaikat langit tersebut ber-tanya, 'Apa yang difirmankan oleh Tuhan kami, wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Dia berfirman tentang kebenaran, dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.' Lalu mereka semua mengucapkan seperti yang dikatakan Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu ke tempat yang diperintahkan Allah kepadanya.'"

Dalam ash-Shahih dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, beliau bersabda,
"Jika Allah memutuskan suatu perkara di langit, maka para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena tunduk kepada firmanNya, seolah-olah rantai di atas batu besar. Ketika telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, maka mereka bertanya, 'Apakah yang difirman oleh Tuhan kalian.' Mereka menjawab kepada yang bertanya, 'Dia berfirman tentang kebenaran dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.' Lalu pencuri pembicaraan (setan) mendengarkannya. Pencuri pembicaraan demikian, sebagian di atas sebagian yang lain -Sufyan menyifatinya dengan telapak tangannya lalu membalikkannya dan memisahkan di antara jari-jarinya-. Ia mendengar pembicaraan lalu menyampaikannya kepada siapa yang di bawahnya, kemudian yang lainnya menyampai-kannya kepada siapa yang di bawahnya, hingga ia menyampaikannya pada lisan tukang sihir atau dukun. Kadangkala ia mendapat lemparan bola api sebelum menyampaikannya. Kadangkala ia menyampaikannya sebelum mengetahuinya, lalu ia berdusta bersamanya dengan seratus kedustaan. Lalu dikatakan, 'Bukankah ia telah berkata kepada kami demikian dan demimkian, demikian dan demikian.' Lalu ia mempercayai kata-kata yang didengarnya dari langit."

Atas dasar ini maka tidak boleh meminta bantuan kepada jin dan makhluk-makhluk selainnya untuk mengetahui perkara-perkara ghaib, baik berdoa kepada mereka, mendekatkan diri kepada mereka, membuat kemenyan, maupun selainnya. Bahkan, itu adalah kesyirikan, karena ini sejenis ibadah. Padahal Allah telah memberi tahu kepada para hambaNya agar mengkhususkan peribadatan kepadaNya seraya mengikrarkan,

"Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5).

Telah sah dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bahwa beliau bersabda kepada Ibnu Abbas,

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ


"Jika kamu meminta, maka memintalah kepada Allah dan jika kamu meminta pertolongan, maka memintalah pertolongan kepada Allah."

Kedua, hipnotis adalah salah satu jenis perdukunan dengan mempergunakan jin sehingga penghipnotis memberi kuasa kepa-danya atas orang yang dihipnotisnya. Ia berbicara lewat lisannya dan mendapatkan kekuatan darinya untuk melakukan suatu pekerjaan lewat penguasaan terhadapnya, jika jin tersebut jujur bersama penghipnotis itu. Ia mentaatinya sebagai imbalan "pengabdian" penghipnotis kepadanya. Lalu jin itu menjadikan orang yang dihipnotis tersebut mentaati kemauan penghipnotis terhadap segala yang diperintahkannya berupa pekerjaan-pekerjaan atau informasi-informasi lewat bantuan jinnya, jika jin itu jujur ber-sama si penghipnotis. Atas dasar itu maka menggunakan hipnotis sebagai sarana untuk menunjukkan tempat pencuri, barang yang hilang, menyembuhkan penyakit, atau melakukan aktifitas lainnya lewat jalan penghipnotis adalah tidak boleh bahkan kesyirikan, berdasarkan alasan yang telah disebutkan. Dan, karena itu berarti kembali kepada selain Allah, dalam perkara yang diluar sebab-sebab biasa yang disediakan Allah Subhannahu wa Ta'ala untuk para makhluk dan diperbolehkan untuk mereka.

Ketiga, ucapan seseorang: Bihaqqi fulan (demi/ dengan hak polan), mengandung makna sumpah. Maksudnya, aku bersum-pah kepadamu demi polan. Ba' di sini adalah Ba' al-Qasam (kata yang mengandung arti sumpah). Bisa juga mengandung makna tawassul dan meminta bantuan kepada diri fulan atau kedu-dukannya. Jadi, Ba' ini untuk Isti`anah (meminta bantuan). Pada kedua hal ini, ucapan ini tidak boleh.

Adapun yang pertama, bersumpah kepada makhluk oleh makhluk adalah tidak boleh. Bersumpah kepada makhluk sangat dilarang oleh Allah, bahkan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam menetapkan bahwa bersumpah kepada selain Allah adalah syirik. Beliau bersabda,

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ


"Barangsiapa bersumpah kepada selain Allah, maka ia telah syirik." (HR. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim; ia menilainya sebagai hadits shahih).

Adapun yang kedua, karena para sahabat tidak ber-tawassul kepada diri Nabi a dan tidak pula kepada kedu-dukannya semasa hidupnya dan sesudah kematiannya. Padahal mereka itu manusia yang paling tahu tentang maqam dan kedudukan beliau di sisi Allah serta lebih tahu tentang syariat. Berbagai penderitaan telah mereka alami semasa hidup Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan setelah kematiannya, namun mereka kembali kepada Allah dan berdoa kepadaNya. Seandainya bertawassul dengan diri atau kedudukan beliau Shalallaahu alaihi wasalam itu disyariatkan, niscaya beliau telah mengajarkan hal itu kepada mereka; karena beliau tidak meninggalkan suatu perkara untuk mendekatkan diri kepada Allah melainkan beliau memerintahkannya dan memberi petunjuk kepadanya. Dan, niscaya mereka mengamalkannya karena me-reka sangat antusias mengamalkan apa yang disyariatkan kepada mereka, terutama pada saat mengalami kesulitan. Tiadanya kete-tapan izin dari beliau Shalallaahu alaihi wasalam mengenainya dan petunjuk kepadanya serta mereka tidak mengamalkannya adalah bukti bahwa itu tidak diperbolehkan.

Yang sah dari para sahabat , bahwa mereka bertawassul kepada Allah dengan doa Nabi Shalallaahu alaihi wasalam kepada Tuhannya agar permohonan mereka dikabulkan semasa hidupnya, seperti dalam Istisqa' (meminta hujan) dan selainnya. Tatkala beliau telah wafat, Umar Radhiallaahu anhu ketika keluar untuk Istisqa' mengatakan,

"Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepadaMu dengan Nabi kami lalu Engkau memberi hujan kepada kami. Dan sesungguhnya kami sekarang bertawassul kepadamu dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan."

Maka, mereka diberi hujan.
Maksudnya doa al-Abbas kepada Tuhannya serta permo-honannya kepadaNya, dan yang dimakud bukan bertawassul kepada kedudukan al-Abbas; karena kedudukan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam lebih besar dan lebih tinggi darinya. Kedudukan ini tetap berlaku untuknya sepeninggalnya sebagaimana semasa hidupnya. Sean-dainya tawassul tersebut yang dimaksudkan, niscaya mereka telah bertawassul dengan kedudukan Nabi a daripada bertawas-sul kepada al-Abbas. Tetapi, nyatanya, mereka tidak melakukannya. Kemudian, bertawassul kepada kedudukan para nabi dan semua orang shalih adalah salah satu sarana kesyirikan yang terdekat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh fakta dan pengalaman. Oleh karenanya perbuatan ini dilarang untuk menutup jalan tersebut dan melindungi tauhid. Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan atas Nabi kita, Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

Seguir leyendo...

Pengharaman Syirik dan Penjelasan bahwa Syirik termasuk Dosa Besar yang Paling Besar

1. DALIL AL QUR'AN

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S. An Nisaa' : 48)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (Q.S. An Nisaa' : 116)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun. (Q.S. Al Maidah : 72)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Q.S. Az Zumar : 65)

2. DALIL AS SUNNAH

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda : " Jauhilah tujuh perkara muubiqaat (yang mendatangkan kebinasaan) ! ". Para shahabat bertanya: 'Apakah ketujuh perkara itu, wahai Rasulullah ?'. Rasulullah menjawab: 'Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan syari'at, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan pertempuran, melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu menahu dengannya ' ". (HR Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallaahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Maukah kalian aku beritahu tentang dosa-dosa yang paling besar ? ". ' Tentu saja wahai Rasulullah ! ', jawab mereka. Rasulullah berkata: 'Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, - saat itu beliau duduk bersandar lalu beliau tegak seraya berkata:- ' Dan ingatlah, yang ketiga adalah perkataan dusta !'. Beliau terus mengulanginya hingga kami berharap beliau diam ". (HR Bukhari dan Muslim)
Perkataan shahabat: "Sehingga kami berharap beliau diam (menghentikan ucapan tersebut)" karena rasa kasih sayang mereka kepada Rasulullah dan takut kalau hal itu menyusahkan beliau.

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu, ia berkata, aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam : " Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah ? ". Beliau menjawab : ' Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia lah yang menciptakanmu ! '. ' Kemudian apa lagi ? ', tanyaku lagi. Beliau menjawab : ' Engkau membunuh anakmu sendiri karena takut ia makan bersamamu (takut miskin - pen) '. ' Kemudian apa lagi ? ', tanyaku lagi. Beliau menjawab : ' Engkau berzina dengan istri tetanggamu ' ". (HR Bukhari dan Muslim)


3. FAWA'ID / KANDUNGAN BAB

a. Barangsiapa mati dalam keadaan kafir, musyrik atau murtad, maka seluruh amal-amal taqarrubnya tidak sah, seperti sedekah, silaturrahim, memelihara hak tetangga dan amal lainnya. Salah satu syarat taqarrub adalah mengetahui kepada siapa ia mempersembahkan amal taqarrubnya itu. Sementara orang kafir tidak memenuhi syarat ini, dengan demikian amalnya terhapus.

Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al Baqarah : 217)

Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (Q.S. Al Maidah : 5)

b. Orang-orang yang mati di atas kekufurannya sementara mereka mengerjakan beberapa amalan yang terpuji, Allah tidaklah menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan membalasnya untuk mereka di dunia.

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan? (Q.S. Huud : 15-16)

Diriwayatkan dari Anas radhiyallaahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : " Sesungguhnya Allah tidak akan menzhalimi kebaikan yang telah dilakukan oleh seorang mukmin. Allah akan membalasnya (dalam riwayat lain disebutkan, Allah akan mengganjarnya) berupa rizki di dunia, lalu membalasnya kelak di akhirat. Adapun orang kafir, diberi rizki atas kebaikan yang mereka lakukan di dunia, hingga di akhirat nanti ia tidak memiliki satupun kebaikan untuk diberikan balasan " (HR Muslim)

c. Apabila orang kafir masuk Islam dan mati dalam keadaan beriman, maka Allah akan menghapus kesalahannya dan menuliskannya pahala atas kebaikan yang dilakukannya pada masa Jahiliyyah.

Diriwayatkan dari Abu Sa'id al Khudri radhiyallaahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : " Apabila seorang hamba masuk Islam dan baik keislamannya, maka Allah akan menuliskan baginya pahala atas kebaikan yang dahulu ia kerjakan dan dihapus kesalahan yang pernah ia lakukan dahulu. Kemudian setelah perhitungan itu, setiap kebaikan dibalas sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Demikian pula halnya dengan kejahatan, kecuali bila Allah mengampuninya " (Shahih, diriwayatkan oleh Al Bukhari secara mu'allaq).

Seguir leyendo...

Larangan Jampi-Jampi dan Memakai Tamimah (Jimat)

1. DALIL AL QUR'AN

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

"Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu " (Q.S. Al An'aam : 17)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ". (Q.S. Yunus : 107)

2. DALIL AS SUNNAH

Diriwayatkan dari 'Uqban bin 'Amir al Juhani, bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menerima serombongan orang yang ingin berbai'at kepada beliau. Beliau menerima bai'at sembilan orang dari mereka dan menolak bai'at satu orang. Mereka bertanya : " Wahai Rasulullah, engkau menerima bai'at sembilan orang itu dan engkau tolak satu orang ini ?". Rasulullah berkata: "Orang ini memakai jimat !". Lalu orang itu segera menanggalkan jimatnya, maka barulah Rasulullah menerima bai'atnya. Beliau bersabda: 'Barangsiapa memakai jimat, berarti ia telah berbuat syirik " (Hadist shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan al Hakim). Saya katakan: "Sanadnya shahih".

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa salam bersabda: "Sesungguhnya jampi-jampi*, tamimah (jimat-jimat) dan tiwalah (pelet, susuk, ajian pengasih dan sejenisnya) termasuk syirik " (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ahmad, Al Hakim, al Baihaqi dan ath Thabrani)
*jampi-jampi yaitu mantera-mantera yang berasal dari jin dan tidak dapat dipahami artinya

Diriwayatkan dari Abbad bin Tamim, bahwa Abu Basyir al Anshari mengabarkan kepadanya bahwa ia pernah menyertai Rasulullah dalam sebuah lawatan. Rasulullah mengutus seseorang kepada orang-orang yang saat itu berada di tempat peristirahatan mereka untuk mengumumkan: " Jangan ada lagi di leher unta kalung dari tali busur panah - atau kalung apapun - melainkan harus diputuskan " (HR al Bukhair dan Muslim)

Diriwayatkan dari 'Isa bin Abi Laila, ia berkata: "Aku datang menjenguk 'Abdullah bin Ukaim Abu Ma'bad al Juhani yang sedang menderita sakit humrah. Kami katakan kepadanya: 'Tidakkan engkau menggantungkan jampi-jampi ?' Beliau berkata: 'Kematian lebih bagus daripada melakukan seperti itu!. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Barangsiapa menggantungkan sesuatu benda (dengan keyakinan dapat membawa keberuntungan dan menolak bahaya), maka Allah akan menjadikan dirinya selalu bergantung kepada benda tersebut' " (Hadist hasan lighairihi, diriwayatkan oleh at Tirmidzi, Ahmad dan al Hakim)

3. FAWAID / KANDUNGAN BAB

a. Jimat dan menggantungkan jimat merupakan syi'ar kaum Jahiliyah. Jimat tidak dapat mendatangkan keuntungan dan tidak dapat pula menolak bahaya. Jimat itu sebenarnya hasil khayalan manusia dan was-was syaitan. Banyak sekali bentuk jimat yang tersebar di tengah manusia.

b. Kejahilan seperti ini masih tersebar sampai sekarang, hanya saja bentuk dan jenisnya berubah. Namun, keyakinan terhadapnya masih tetap seperti dulu. Dahulu, kaum Jahiliyah menggantungkan tali busur panah pada leher unta mereka agar tidak tertimpa penyakin 'ain. Dan sekarang ini kaum muslimin yang jahil menggantungkan sepatu kuda di depan pintu rumah mereka atau menggantungkan sandal di depan atau belakang kendaraan mereka atau menggantungkan jimat yang terbuat dari kain biru yang diikat pada kaca spion sebelah dalam. Semua itu dengan keyakinan untuk menangkal penyakit 'ain.

c. Memakai jimat adakalanya termasuk syirik akbar (besar) yang mengeluarkan pelakunya dari Islam dan adakalanya termasuk syirik ashghar (kecil), tergantung dengan kondisi orang yang memakainya dan tujuan memakainya.

d. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menjadikan ayat-ayat Al Qur'an, hadits-hadits atau doa-doa yang mubah sebagai tamimah (jimat). Ada pendapat ulama yang membolehkannya dan ada pendapat ulama yang melarangnya. Namun, pendapat yang paling kuat adalah larangan memakai jimat yang bertuliskan Al Qur'an, hadits-hadits Nabi ataupun doa-doa yang mubah, wallaahu a'lam. Seperti dimaklumi, menutup sarana-sarana yang dapat menyeret manusia ke dalam perbuatan syirik dan maksiat merupakan salah satu tujuan syariat yang sangat agung.

e. Adapun ruqyah yang dilarang dalam beberapa hadist adalah ruqyah yang bercampur syirik, bukan ruqyah yang bersih dari syirik.

Seguir leyendo...

Haramnya Praktek Perdukunan, Mendatangi dan Membenarkan Perkataannya

1. DALIL AL QUR'AN

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. (Q.S. An Nisaa' : 51)

2. DALIL AS SUNNAH

Diriwayatkan dari Mu'awiyah bin Al Hakam as Sulami, ia berkata : " Ketika aku mengerjakan shalat bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seseorang yang bersin. Aku berkata: 'Yarhamukallaah (semoga Allah merahmatimu) '. Orang-orang memandang ke arahku. Aku berkata: 'Malangnya ibuku ! Mengapa kalian memandangku seperti itu ? '. Mereka pun menepukkan tangan ke paha. Setelah mengerti bahwa mereka menyuruhku diam, maka aku pun diam. Setelah Rasulullah menyelesaikan shalat, maka demi Allah, tidak pernah aku melihat seorang mu'allim sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah, beliau tidak membentakku, tidak memukulku dan tidak mencelaku. Beliau hanya berkata: 'Sesungguhnya ibadah shalat tidak boleh dicampuri percakapan manusia. Ibadah shalat hanya boleh diisi dengan ucapan tasbih, takbir dan bacaan Al Qur'an'. Atau sebagaimana yang dikatakan beliau. Aku berkata: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja masuk Islam. Allah telah menurunkan dienul Islam kepada kami. Sesungguhnya di antara kami masih ada yang mendatangi dukun '. Beliau menjawab: 'Jangan datangi dukun ! '. ' Di antara kami masih ada yang suka bertathayyur* ', lanjutku. Rasulullah menjawab: 'Itu hanyalah sesuatu yang terlintas dalam hati mereka, maka janganlah sampai mereka menangguhkan niat karenanya '. Kemudian aku lanjutkan: 'Sesungguhnya di antara kami masih ada yang mempraktekkan ilmu ramal '. Rasulullah menjawab: 'Dahulu ada Nabi yang menggunakan ilmu ramal. Apabila yang terjadi sesuai dengan ramalannya, maka itu hanyalah kebetulan saja '. ............ (HR Muslim)
Tathayyur adalah anggapan sial karena melihat atau mendengar sesuatu, misalnya melihat burung tertentu atau mendengar suara binatang tertentu. Tathayyur adalah sesuatu yang terlintas dalam hatimu, yang demikian itu bukanlah cela atasmu, namun yang tercela itu adalah apabila tathayyur itu menahanmu dari beraktifitas.

Diriwayatkan dari Shafiyyah binti Abi Ubaid radhiyallaahu 'anha, dari salah seorang istri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: " Barangsiapa mendatangi tukang ramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu lalu ia membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam " (HR Muslim)

3. FAWAID / KANDUNGAN BAB

a. Imam al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah: " Kahin adalah orang yang meramal apa yang bakal terjadi, mengaku mengetahui perkara ghaib dan menguasai ilmu ghaib. Dahulu, di kalangan bangsa Arab terdapat dukun-dukun yang mengaku mengetahui perkara ghaib. Ada yang mengaku menguasai pemimpin jin dan ada pula yang mengaku memiliki 'pembisik' yang menyampaikan berita-berita kepadanya. Di antara mereka ada yang mengaku dapat mengetahui banyak hal melalui 'kepintaran' yang dimilikinya. 'Arraf adalah orang yang mengaku mengetahui banyak perkara dengan menggunakan isyarat-isyarat untuk menunjukkan tempat barang curian atau barang hilang. Misalnya, ada wanita yang berzina lalu orang-orang bertanya kepadanya siapakah yang berzina dengannya ? Lalu ia memberitahu mereka. Dan beberapa perkara sejenis. Di antara mereka ada yang menyebut ahli nujum itu dukun ".

Saya katakan: " Termasuk perkara yang diharamkan adalah meramal dengan melempar kerikil, ilmu astrologi (ilmu nujum/perbintangan), ilmu ramal dengan melihat garis tangan, meramal dengan garis-garis, meramal dengan melihat air dalam mangkuk atau gelas atau sejenisnya, semua itu termasuk praktek perdukunan ".

b. Ancaman dan hukuman yang dijatuhkan berbeda-beda, ada yang tidak diterima shalatnya dan ada yang dihukumi kafir. Semua itu menurut perincian berikut ini : Jika ia mendatangi dukun tanpa membenarkan ucapannya, maka hukumannya adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam. Jika ia membenarkan perkataan dukun itu, maka ia telah kafir dan terlepas dari agama yang diturunkan kepada Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam. Karena tidak akan bertemu antara keimanan dengan membenarkan ucapan dukun (kekufuran).

c. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fat-hul Baari menukil ucapan al-Khaththabi sebagai berikut: "Para dukun adalah orang-orang yang punya otak yang tajam, hati yang jahat dan tabiat yang keras. Syaitan suka berteman dengan mereka karena memiliki kesamaan dalam perkara-perkara tersebut. Dan syaitan suka membantu mereka dengan sedaya upayanya ".

d. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang sebab berita-berita yang disampaikan oleh para dukun itu adakalanya benar, tujuannya agar orang-orang tidak tertipu dengan mereka.

Diriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anha, ia berkata: "Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tentang berita-berita yang disampaikan para dukun ". Beliau menjawab: " Berita-berita itu bohong belaka ! ". Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya berita-berita yang mereka sampaikan itu terkadang sesuai dengan kenyataan ?". Rasulullah menjawab: " Itulah kebenaran yang dicuri oleh jin, lalu dibisikkannya* ke telinga pengikutnya, lalu ia mencampuradukkannya, dengan seratus kebohongan ". (HR Bukhari dan Muslim)
*Yaitu disampaikan dan dibisikkannya kepada pengikut-pengikutnya lalu didengar oelh syaitan, sebagaimana ayam saling berkomunikasi dengan pasangan sesamanya.

Seguir leyendo...

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Dalil-Dalil Dari Al-Qur'an


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Dalil-dalil dari al-Qur'an cukup banyak dan sangat populer, serta cukup bagi Anda untuk mengetahui bahwa di dalam al-Qur'an terdapat satu surat penuh yang berbicara tentang jin. Bahkan cukup juga bagi Anda untuk mengetahui bahwa kata (al-jiin) disebutkan didalam al-Qur'an sebanyak 22 kali, dan kata (al-jaann) sebanyak 7 kali, kata (asy-syaithaan) sebanyak 68 kali, kata (asy-syayaathiin) sebanyak 17 kali

Seguir leyendo...

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Dalil Adanya Sihir Dari Al-Qur'an


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Katakanlah, Aku berlindung kepada Rabb Yang menguasai Shubuh, dari kejahatan mahluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus buhul-buhul dan dari kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia dengki. Al-Qurthubi mengemukakan: "Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, yakni tukang-tukang sihir wanita yang menghembuskan pada buhul-buhul pada saat membaca mantra". Al-Hafizh Ibnu Katsir, mengatakan, Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Mujahid, Ikrimah, al-Hasan, dan adh-Dhahhak mengemukakan, yakni, para tukang sihir.

Seguir leyendo...

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Dalil-Dalil Dari As-Sunnah


Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam. Kemudian kami kehilangan beliau, sehingga kami pun mencari beliau di lembah-lembah dan perbukitan, lalu kami katakan, 'Beliau telah dibawa terbang atau dibunuh. Sehingga kami bermalam dengan malam yang tidak menyenangkan ditempat itu bersama suatu kaum. Pada pagi harinya kami bangun dan ternyata beliau datang dari arah gua Hira', maka kami katakan, 'Wahai Rasulullah, kami telah kehilangan engkau, lalu kami mencarimu tetapi kami tidak mendapatkan dirimu, sehingga kami bermalam dengan malam yang tidak menyenangkan bersama suatu kaum disana. 'Maka beliau bersabda: 'Aku telah didatangi utusan dari jin, lalu aku pergi bersamanya dan selanjutnya aku bacakan al-Qur'an kepada mereka'

Seguir leyendo...

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Dalil Adanya Sihir Dari As-Sunnah


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda. Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang membinasakan. Para Sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, apakah ketujuh dosa besar itu? Beliau menjawab: Syirik kepada Allah, sihir, dan membunuh jiwa yang diharamkan allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada saat terjadi peperangan dan menuduh berzina wanita-wanita mukminah yang telah bersuami dan menjaga diri, yang tengah lengah. Kandungan dari hadits ini adalah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk menjauhi sihir, seraya menjelaskan bahwa sihir termasuk perbuatan dosa besar yang dapat membinasakan. Dan hal itu menunjukan bahwa sihir itu suatu hal yang benar-benar ada dan bukan khurafat (cerita bohong).

Seguir leyendo...

Pembagian Sihir Menurut Ar-Razi


Abu Abdillah Ar-Razi mengungkapkan bahwa macam-macam sihir itu ada delapan, dan diantaranya ialah : "Sihir Orang-Orang Yang Suka Berilusi Dan Mempunyai Jiwa Yang Kuat". Mereka berpendapat bahwa wahm (ilusi) itu mempunyai pengaruh, yaitu bahwa manusia dapat berjalan diatas pelepah yang diletakkan diatas permukaan tanah, tetapi dia tidak bisa berjalan diatasnya jika dibentangkan diatas sungai atau semisalnya. Lebih lanjut, Abu Abdillah Ar-Razi mengemukakan bahwa sebagaimana para dokter telah sepakat untuk melarang orang yang suka mimisan (mengeluarkan darah dari hidung) melihat objek yang berwarna merah dan orang yang kesurupan untuk melihat berbagai benda yang mempunyai kilatan sangat kuat untuk yang berputar-putar. Yang demikian itu tidak lain karena jiwa itu diciptakan untuk selalu taat kepada ilusi-ilusi.

Seguir leyendo...

Kerasukan Jin Dan Pengobatannya


Ibnul Qayyim rahimahullah, salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang cemerlang, berkata dalam kitabnya, Zad Al-Ma’ad, 4/66. “Gila itu ada dua macam, gila karena ruh jahat yang ada di bumi, dan gila karena stress. Yang kedua inilah yang dibicarakan oleh para dokter jiwa tentang sebabnya dan penyembuhannya. Adapun kegilaan karena roh jahat maka para tokoh kedokteran dan cendekiawan mengakuinya dan tidak menolaknya. Adapun para dokter yang bodoh dan peringkat bawah serta meyakini kezindikan sebagai keutamaan, maka mereka mengingkari penyakit gila karena roh jahat. Mereka tidak mengetahui bahwa roh tersebut dapat berpengaruh dalam tubuh orang yang terkena penyakit gila. Tiada yang menyertai mereka kecuali kebodohan. Jika tidak, maka tidak ada dalam aktifitas kedokteran yang menolak hal itu, dan kenyataannya membuktikannya. Barangsiapa mempunyai akal dan pengetahuan tentang ruh-ruh ini dan pengaruh-pengaruhnya, maka ia akan mentertawakan kebodohan mereka dan kelemahan akal mereka.

Seguir leyendo...

Hukum Tukang Sihir Dari Kalangan Ahlul Kitab, Bolehkah Menghilangkan Sihir Dengan Sihir?


“An-Nusyrah (pengobatan terhadap sihir dengan mantra dan jampi) termasuk perbuatan syaitan.” Bagaimana cara pengobatan seperti itu akan dibolehkan, sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah memberikan larangan mendatangi tukang sihir serta dukun dalam banyak hadits, serta menjelaskan bahwa orang yang membenarkan mereka, maka dia telah kufur kepada apa yang diturunkan kepadanya (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Nusyrah berarti mengobati sihir dari orang yang tersihir, yang terdiri dari dua macam. Mengobati sihir dengan sihir yang sama, dan inilah yang termasuk perbuatan syaitan, dan kepada hal tersebut pula diarahkan pendapat Hasan al-Bashri. Sehingga dengan demikian, orang yang mengobati dengan cara itu dan yang diobati telah mendekati syaitan dengan apa yang disukai oleh syaitan,sehingga akan dibatalkan (oleh syaitan) perbuatannya dari orang yang tersihir.

Seguir leyendo...

Hukum Jin Merasuki Manusia, Jin Menguasai Manusia Dan Memerintahkan Yang Bertentangan Syari'at


Jin mengganggu manusia adalah perkara yang nyata. Jika jin memerintahkan kepada orang yang diganggunya untuk melakukan suatu yang haram, maka ia yang terkena ganggguan itu harus berpegang teguh dengan syari’at Allah dan tidak mematuhi perintah jin untuk bermaksiat kepada Allah dan tidak mematuhi perintah jin untuk bermaksiat kepada Allah. Jika jin itu menyakitinya, ia harus berlindung kepada Allah dari keburukannya dan membentengi dirinya dengan bacaan Al-Qur’an, Ta’awwudzat yang disyari’atkan, dan dzikir-dzikir yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya ruqyah dengan bacaan surah Al-Fatihah, membaca surak Al-Ikhlas dan Mu’awwidzatain, kemudian meniupkan pada kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajahnya dan anggota badannya yang dapat dijangkaunya.

Seguir leyendo...

Definisi Sihir : Sihir Menuurt Bahasa, Sihir Menurut Syari'at


Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-jampi, perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya. Sihir ini mempunyai hakikat, diantaranya ada yang bisa mematikan, membuat sakit, membuat seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya atau memisahkan pasangan suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci lainnya atau membuat kedua belah pihak saling mencintainya. Ibnul Qayyim mengungkapkan, Sihir adalah gabungan dari berbagai pengaruh ruh-ruh jahat, serta interaksi berbagai kekuatan alam dengannya.

Seguir leyendo...

Cara-Cara Jin Mengganggu Manusia Dan Bagaimana Melindungi Diri Darinya


Tidak diragukan bahwa jin dapat memberikan pengaruh kepada manusia dengan gangguan yang adakalanya bisa mematikan, adakalanya mengganggu dengan lemparan batu, dengan menakut-nakuti manusia, dan hal-hal lainnya yang disahkan oleh sunnah dan ditunjukkan oleh kenyataan. Diriwayatkan secara sah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan seorang sahabatnya untuk pergi kepada keluarganya dalam suatu peperangan –yang saya kira perang Khandaq-, Ia seorang pemuda yang baru saja menikah. Ketika sampai di rumahnya, ternyata istrinya ada di depan pintu. Ia mengingkari perbuatan istrinya itu, lalu berkata kepadanya, “Masuklah!”. Ketika pemuda ini masuk, ternyata seekor ular melingkar di atas tempat tidur. Dengan tombak yang berada di tangannya, ia menikam ular tersebut dengan tombak tersebut hingga mati. Dalam waktu bersamaan –yakni pada saat ular itu mati- maka pria ini juga mati.

Seguir leyendo...

Beberapa Tanda Yang dapat Dijadikan Barometer Untuk Mengenali Tukang Sihir

Beberapa Tanda Yang dapat Dijadikan Barometer Untuk Mengenali Tukang Sihir


Jika Anda mendapat satu tanda dari tanda-tanda berikut ini pada orang-orang yang melakukan pengobatan, maka tidak diragukan lagi dia adalah seorang tukang sihir. Berikut ini tanda-tanda tersebut : Dia menyuruh pasien untuk mengurung diri dari orang-orang untuk waktu tertentu di suatu ruangan yang tidak dimasuki sinar matahari, yang kaum awam menyebutnya dengan hijbah. Terkadang si penyihir itu menyuruh pasien untuk tidak menyentuh air untuk waktu tertentu. Memberi beberapa hal pada pasien untuk ditimbun di dalam tanah. Memberi pasien beberapa kertas untuk dibakar dan mengeluarkan asap. Berkomat-kamit dengan kata-kata yang tidak difahami. Terkadang si penyihir memberi tahu pasien nama dan kampung halaman pasien tersebut. Serta permasalahan yang akan dikemukakannya. Jika anda mengetahui bahwa seseorang adalah Tukang Sihir, maka hindarilah dan jaganlah anda mendatanginya.

Seguir leyendo...

Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin ? Cara Al-Kaaf, Cara Al-Atsar


Dalam cara ini, tukang sihir akan menghadirkan seorang anak kecil yang belum baligh dengan syarat anak itu tidak dalam keadaan berwudhu. Kemudian dia akan melihat telapak tangan kiri anak tersebut, lalu menggambarkan garis persegi empat. Di sekitar garis ini akan dituliskan beberapa mantra sihir, yang sudah pasti mengandung unsur kesyirikan. Mantra-mantra tersebut ditulis di semua sisi garis dari persegi empat itu. Kemudian diletakkan di telapak tangan anak tersebut, tepat di tengah empat persegi itu “minyak dan bunga berwarna biru” atau “minyak dan tinta berwarna biru,” lalu dia tuliskan mantra lain dengan huruf terpisah di atas kertas persegi panjang, kemudian meletakan kertas tersebut seperti payung di atas wajah si anak tersebut dan memakaikan topi di atasnya agar tidak lepas.

Seguir leyendo...

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Pendapat Para Ulama

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Pendapat Para Ulama


Al-Qurtubi rahimahullah mengungkapkan: Ahlus Sunnah telah berpendapat bahwa sihir itu telah pasti ada dan memiliki hakikat. Sedangkan penganut Mu'tazilah secara umum dan Abu Ishaq al-Istirabadi, salah seorang penganut madzhab Syafi'i berpendapat, bahwa sihir itu tidak memiliki hakikat, tetapi sihir hanya merupakan tindakan pengelabuan, pemunculan bayangan dan penipuan terhadap sesuatu, tidak seperti yang (tampak) sebenarnya. Sihir kini tidak ada bedanya dengan hipnotis dan sulap. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala: "Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka". Dan Allah tidak mengunakan kata tas'aa untuk pengertian yang sebenarnya, tetapi Dia mengatakan : Terbayangkan oleh Musa. Selain itu, Dia juga berfirman : "Mereka menyihir mata umat manusia".

Seguir leyendo...

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Dalil Adanya Sihir Dari As-Sunnah


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda. Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang membinasakan. Para Sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, apakah ketujuh dosa besar itu? Beliau menjawab: Syirik kepada Allah, sihir, dan membunuh jiwa yang diharamkan allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada saat terjadi peperangan dan menuduh berzina wanita-wanita mukminah yang telah bersuami dan menjaga diri, yang tengah lengah. Kandungan dari hadits ini adalah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk menjauhi sihir, seraya menjelaskan bahwa sihir termasuk perbuatan dosa besar yang dapat membinasakan. Dan hal itu menunjukan bahwa sihir itu suatu hal yang benar-benar ada dan bukan khurafat (cerita bohong).

Seguir leyendo...

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Dalil Adanya Sihir Dari Al-Qur'an

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah : Dalil Adanya Sihir Dari Al-Qur'an

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Katakanlah, Aku berlindung kepada Rabb Yang menguasai Shubuh, dari kejahatan mahluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus buhul-buhul dan dari kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia dengki. Al-Qurthubi mengemukakan: "Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, yakni tukang-tukang sihir wanita yang menghembuskan pada buhul-buhul pada saat membaca mantra". Al-Hafizh Ibnu Katsir, mengatakan, Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Mujahid, Ikrimah, al-Hasan, dan adh-Dhahhak mengemukakan, yakni, para tukang sihir.

Seguir leyendo...

Pembagian Sihir Menurut Ar-Raghib, Tahqiq Dan Penjelasan Tentang Beberapa Macam Sihir

Pembagian Sihir Menurut Ar-Raghib, Tahqiq Dan Penjelasan Tentang Beberapa Macam Sihir

Ar-Raghib mengemukakan bahwa sihir itu dipergunakan untuk beberapa pengertian, diantaranya: Sesuatu Yang Lembut Dan Halus : Dari kata itu, muncul kalimat: 'Sahartush shabiyya' yang berarti aku telah mengelabui dan mengecoh anak kecil itu. Dan setiap orang yang tertarik pada sesuatu, berarti dia telah tersihir olehnya. Dari kata itu pula, para penya mengungkapkan: Penyihiran terhadap mata, karena tertariknya jiwa. Dari kata itu pula, muncul ungkapan para dokter: Tabi'at (karakter) yang menyihir. Dan juga firman Allah Ta'ala: Bahkan kami adalah kaum yang tersihir. Maksudnya, kami dipalingkan dari ilmu pengetahuan. Dan hadits berikut ini juga memuat kata tersebut: "Sesungguhnya diantara al-bayan itu adalah sihir"

Seguir leyendo...

Kesepakatan Antara Penyihir Dan Syaitan.


Seringkali terjadi kesepakatan antara tukang sihir dengan syaitan, bahwa pihak pertama, yaitu tukang sihir, akan mengerjakan beberapa kesyirikan, atau kekufuran yang nyata baik secara terselubung maupun terang-terangan sedangkan pihak syaitan akan melayani tukang sihir atau menundukkan orang yang akan melayani si tukang sihir. Karena kesepakatan itu seringkali terjadi antara tukang sihir dan syaitan dari para pemuka kabilah jin dan syaitan, sehingga sang pemuka ini akan mengeluarkan perintah kepada anggota kabilah yang paling bodoh untuk melayani si tukang sihir ini serta mentaatinya dalam menjalankan semua perintahnya, yaitu memberitahukan berbagai hal yang telah terjadi atau melakukan upaya memisahkan dua belah pihak atau menyatukan cinta dua orang.

Seguir leyendo...

Kategori Sihir, Jin, Perdukunan

Kategori Sihir, Jin, Perdukunan
Pengaruh Sihir, Nyata Atau Tidak?


Adalah fakta, jika sihir memiliki pengaruh, seperti dapat membunuh orang yang terkena sihir, dapat membuat seseorang jatuh sakit, sihair dapat memisahkan antara suami dan isteri, juga bisa menimbulkan perseteruan antara dua orang yang bersahabat dan berkasih-sayang. Demikian ini termasuk salah satu aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Yaitu meyakini bahwa pengaruh sihir benar-benar nyata dan ada. Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat sihir dan jenis-jenisnya, tetapi mayoritas ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah berpendapat, sihir dapat memberikan pengaruh langsung terhadap kematian orang yang disihir, atau membuatnya jatuh sakit, tanpa terlihat tanda-tanda lahiriyah yang menyebabkannya. Sebagian lainnya -yakni dari kalangan ahli filsafat dan kelompok Mu'tazilah- mereka mengklaim jika sihar hanyalah khayal (ilusi) belaka. Pengingkaran terhadap pengaruh sihir ini merupakan keyakinan ahli kalam dari kalangan Mu'tazilah. Keyakinan tersebut bertentangan dengan al Qur`an, Sunnah, Ijma' dan akal sehat. Ketika menjelaskan ushul i'tiqad (pokok-pokok keyakinan) Ahlu Sunnah wal Jama'ah, Abul Hasan al Asy'ari t mengatakan: "Kami meyakini, sihir dan tukang sihir benar-benar ada di dunia ini. Dan kekuatan sihir merupakan kenyataan".

Seguir leyendo...

Hukum Tukang Sihir Dalam Syari’at Islam

Hukum Tukang Sihir Dalam Syari’at Islam


Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan sejumlah ulama salaf. Ada yang mengatakan: “Tidak perlu dikafirkan, tetapi hukumannya adalah memenggal lehernya,” sebagaimana yang diriwayatkan Imam Syafi’i dan Ahmad, di mana keduanya berkata, “Sufyan bin ‘Uyainah telah mengabarkan, dari ‘Amr bin Dinar, di mana dia telah mendengar Bajalah bin ‘Abadah berkata: “Umar bin al-Khaththab ra telah memutuskan agar kalian membunuh setiap tukang sihir baik laki-laki maupun perempuan.” Lalu kami pun membunuh tiga orang tukang sihir.” Dia juga mengatakan: “Demikianlah riwayat yang shahih menyebutkan bahwa Hafshah, Ummul Mukminin, pernah disihir oleh seorang budak perempuan miliknya, maka dia menyuruh agar wanita itu dibunuh, sehingga wanita itu pun dibunuh.

Seguir leyendo...

Hukum Hipnotis

Hukum Hipnotis


Hipnotis merupakan salah satu jenis sihir (perdukunan) yang mempergunakan jin sehingga si pelaku dapat menguasai diri korban, lalu berbicaralah dia melalui ucapannya dan mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebagian pekerjaan setelah dikuasainya dirinya tersebut. Hal ini bisa terkadi, jika si korban benar-benar serius bersamanya dan patuh. Sebaliknya, ini dilakukan si pelaku karena adanya imbalan darinya terhadap hal yang dijadikannya taqarrub tersebut. Jin tersebut membuat si korban berada di bawah kendali si pelaku untuk melakukan pekerjaan atau berita yang dimintanya. Bantuan tersebut diberikan oleh jin bila ia memang serius melakukannya bersama si pelaku. Atas dasar ini, menggunakan hipnotis dan menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk menunjukkan lokasi pencurian, benda yang hilang, mengobati pasien atau melakukan pekerjaan lain melalui si pelaku ini tidak boleh hukumnya. Bahkan, ini termasuk syirik karena alasan di atas dan karena hal itu termasuk berlindung kepada selain Allah terhadap hal yang merupakan sebab-sebab biasa dimana Allah Ta'ala menjadikannya dapat dilakukan oleh para makhluk dan membolehkannya bagi mereka.

Seguir leyendo...

Definisi Sihir : Sihir Menuurt Bahasa, Sihir Menurut Syari'at

Definisi Sihir : Sihir Menuurt Bahasa, Sihir Menurut Syari'at


Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-jampi, perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya. Sihir ini mempunyai hakikat, diantaranya ada yang bisa mematikan, membuat sakit, membuat seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya atau memisahkan pasangan suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci lainnya atau membuat kedua belah pihak saling mencintainya. Ibnul Qayyim mengungkapkan, Sihir adalah gabungan dari berbagai pengaruh ruh-ruh jahat, serta interaksi berbagai kekuatan alam dengannya

Seguir leyendo...

Bolehkah Mempelajari Sihir?, Perbedaan Antara Sihir, Karamah dan Mukjizat.

Bolehkah Mempelajari Sihir?, Perbedaan Antara Sihir, Karamah dan Mukjizat.


Biasa jadi seseorang itu bukan tukang sihir dan tidak mengenal sihir sama sekali dan dia pun tidak berpegang pada syari’at. Bahkan justru senang melakukan perbuatan dosa besar, meski demikian, pada dirinya tampak beberapa kejadian luar biasa, dan tidak jarang hal itu terjadi pada ahli bid’ah atau orang yang suka menyembah kuburan. Maka mengenai hal tersebut, dapat dikatakan bahwa hal itu merupakan bantuan syaitan sehngga jalan bid’ah yang ditempuhnya itu dibuat indah sedemikian rupa sehingga tampak indah oleh orang lain, lalu mereka mengikutinya dan meninggalkan Sunnah. Hal seperti itu sudah banyak terjadi dan sudah sangat populer, khususnya jika orang itu salah seorang pemimpin salah satu thariqat shufi yang diwarnai dengan bid’ah.

Seguir leyendo...

Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin? Cara Iqsam, Cara Adz-Dzabh

Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin? Cara Iqsam, Cara Adz-Dzabh


Ada cukup banyak cara dan sangat bervariatif, yang semuanya mengandung kesyirikan atau kekufuran nyata. Dan sebagian kaum muslimin banyak yang tidak bisa membedakan antara penyembuhan secara Qur'ani dengan penyembuhan secara sihir (juga). Yang pertama adalah cara imani (keimanan) dan yang kedua cara syaithani (atas petunjuk syaitan). Dan masalahnya akan semakin kabur bagi orang-orang tidak berilmu, di mana tukang sihir itu membacakan mantra dengan pelan sementara dia akan membaca ayat al-Qur'an dengan kencang dan terdengar oleh pasien sehingga pasien mengira orang tersebut mengobatinya dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur'an, padahal kenyataannya tidak demikian. Sehingga si pasien itu akan menerima perintah tukang sihir sepenuhnya

Seguir leyendo...

Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin ? Cara Sulfiyah, Cara Najasah, Cara Tankis, Cara Tanjim

Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin ? Cara Sulfiyah, Cara Najasah, Cara Tankis, Cara Tanjim


Dalam cara ini seorang penyihir akan menulis salah satu surat dalam al-Qur'an al-Karim dengan menggunakan darah haid atau benda-benda najis lainnya, dan setelah itu membaca mantra, hingga jin muncul, untuk selanjutnya ia perintahkan apa saja yang ia kehendaki. Kekufuran denga cara ini sudah sangat jelas dan tidak tersembunyi lagi, karena penghinaan dan pencemoohan terhadap salah satu surat atau bahkan satu ayat al-Qur'an al-Karim merupakan bentuk kekufuran kepada Allah yang Maha Agung. Lalu bagaimana pendapat anda jika ayat-ayat al-Qur'an itu ditulis dengan benda-benda najis, kita berlindung kepada Allah dari kehinaan. Dan kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala mudah-mudahan Dia meneguhkan hati kita untuk selalu berdiri tegak di atas keimanan serta mewafatkan kita dalam keislaman.

Seguir leyendo...

Shalat Jenazah Dari Kejauhan (Shalat Ghaib)

Shalat Jenazah Dari Kejauhan (Shalat Ghaib)


Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang ketika itu sedang berada di Madinah) pernah mengumumkan berita kematian an-Nasjasyi (Ashhamah) (raja Habasyah) kepada orang-orang pada hari kematiannya. (beliau bersabda : “Sesungguhnya saudara kalian telah meninggal dunia –dan dalam sebuah riwayat disebutkan : Pada hari ini, hamba Allah yang shalih telah meninggal dunia) (di luar daerah kalian) (karenanya, hendaklah kalian menshalatinya)”, (Mereka berkata : “Siapakah dia itu?” Beliau menjawab : “an-Najasyi”) (Beliau juga bersabda : “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini”). Perawi hadits ini pun bercerita : Maka beliau berangkat ke tempat shalat (dan dalam sebuah riwayat disebutkan : Ke kuburan Baqi). (Setelah itu, beliau maju dan mereka pun berbaris di belakang beliau (dua barisan) (dia bercerita : “Maka kami pun membentuk shaff di belakang beliau sebagaimana shaff untuk shalat jenazah dan kami pun menshalatkannya sebagaimana shalat yang dikerjakan atas seorang jenazah)".

Seguir leyendo...

Sakaratul Maut, Detik-Detik Yang Menegangkan Dan Menyakitkan

Sakaratul Maut, Detik-Detik Yang Menegangkan Dan Menyakitkan


Syaikh Sa'di menjelaskan: "Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: "Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang akan menyembuhkan?" artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta'ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan". .

Seguir leyendo...

Hisab Pada Hari Pembalasan

Hisab Pada Hari Pembalasan


Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini. Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya. Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab). Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.

Seguir leyendo...

Sebuah Renungan Terhadap Kematian

Sebuah Renungan Terhadap Kematian


Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh segerombol malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut 'alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: "Wahai jiwa yang baik,bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah". Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejappun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang pernah ada di dunia

Seguir leyendo...

Mengingat Maut

Mengingat Maut


Jika Anda pernah mendengar kisah mengenai orang-orang yang hidup kekal di dunia ini, sesungguhnya itu hanya dongeng yang batil. Sebagian orang beranggapan ada orang-orang yang hidup kekal di dunia ini, seperti Khidhir Alaihissalam, Dzulqarnain atau lainnya. Keyakinan seperti ini tidak dikenal dalam Islam. Karena, tidak ada manusia yang hidup kekal di dunia ini. Kematian, sesungguhnya merupakan hakikat yang menakutkan, akan menghampiri semua manusia. Tidak ada yang mampu menolaknya. Dan tidak ada seorangpun kawan yang mampu menahannya. Kematian datang berulang-ulang, menjemput setiap orang, orang tua maupun anak-anak, orang kaya maupun orang miskin, orang kuat maupun orang lemah. Semuanya menghadapi kematian dengan sikap yang sama, tidak ada kemampuan menghindarinya, tidak ada kekuatan, tidak ada pertolongan dari orang lain, tidak ada penolakan, dan tidak ada penundaan. Semua itu mengisyaratkan, bahwa kematian datang dari Pemilik kekuatan yang paling tinggi. Meski sedikit, tak seorang pun manusia memiliki wewenang atas kematian

Seguir leyendo...

Daftar Blog Saya

Pengikut

TRANSLATE INTO YOUR LANGUAGE